Postingan

Arya Belog.

Dalam Babad Arya Sentong yang dipetik dari Babad Usana Jawa menjelaskan bahwa jaman dahulu ada seorang raja Kauripan yang bernama Sri Aji Jayabaya memiliki putra diantaranya Ratu Dandang Gendis, Sri Arya Kauripan dan Arya Damar atau yang biasa disebut Adityawarman yang ikut ke Bali bersama Gajah Mada pada th.1343. . Sri Arya Damar inilah yang menurunkan Arya Belog. Arya Damar memiliki tujuh orang putra diantaranya Arya Kenceng, Arya Sentong, Arya Baletang, Arya Belog, Arya Kutawaringin, Arya Kepakisan, dan Arya Benculuk.          Sementara dalam Babad Sad Arya dijelaskan bahwa Arya Belog juga disebut Arya Pudak seperti yang tertulis dalam prasasti di Jawa. Lalu apakah Arya Belog dan Arya Tan Wikan adalah sama? Mengenai Arya Tan Wikan adalah hal yang keliru karena dalam buku Babad manapun tidak ada istilah Arya Tan Wikan. Karena Arya Belog dalam logat Jawa dibaca Arya Belok lawan kata Arya Kenceng. Ada orang yang mengatakan bahwa Arya Belog itu sebenarnya Arya Blaug. Karena kesulitan

Sejarah Pasek Tatar Pidpid.

Mpu Gnijaya menikah dengan Dewi Manik Geni melahirkan 7 Pendeta yang lazim disebut "Sapta Rsi" atau 7 Pendeta. Anak ke-3 dari Mpu Gnijaya bernama Mpu Wiradnyana (salah satu dari Sapta Rsi) mengawini putri Mpu Panataran dan dikaruniai seorang anak bernama Mpu Wiranatha. Mpu Wiranatha kawin dengan Dewi Amertha Manggali melahirkan tiga anak yaitu: Mpu Purwanatha, Ni Ayu Wetan dan Ni Ayu Tirtha. Mpu Purwanatha pindah dari Daha/ Kediri ke Desa Panawijan, wilayah Tumapel karena merasa dihina Kerthajaya/ Dandanggendis Raja Kediri yang bertahtha 1116 - 1144 Isaka / 1194 -1223 M. Mpu Purwanatha memiliki dua anak yaitu Mpu Purwa dan Ken Dedes. Mpu Purwa menikahi putri aji Tatar melahirkan seorang anak bernama Arya tatar, arya tatar menurunkan Ki Gusti Pasek Agung Anglurah Tatar, kemudian menurunkan De Pasek Tatar/ De Pasek Lurah Tatar. Kendedes diculik dan dinikahi oleh Tunggul Ametung. Mpu Purwanatha ayah Kendedes marah atas kejadian ini dan mengutuk agar penculik putrinya akan mati t

Pungkusan Pasek Yang Berhubungan Dengan Nama Daerah Atau Desa Di BALI

Dalam Pasemetonan Pasek Sanak Sapta Rsi ada istilah nama Pungkusan atau  Nama  Panggilan  dan mungkin juga ada dalam Pasemetonan yang lain. Dan Nama Pungkusan Pasek sangat banyak dipengaruhi oleh nama tempat dan mungkin juga ada memberikan nama suatu Tempat menjadi nama Banjar atau Desa. Diantaranya adalah Pasek Tangguntiti. Pasek Tangguntiti adalah Keturunan Ida Mpu Ketek. Terciptanya Pungkusan Pasek Tangguntiti dilatari Sejarah Pembuatan Titi atau Jembatan  yang mana saat Keturunan Ki Pasek Tohjiwa dari Desa Pangkung Tibah membuat Jembatan untuk melewati Sungai Hoo Daerah Tabanan dalam rangka mencari Pemukiman baru.  Karena Jembatan yang dibikin sudah menyentuh Ujung atau Tanggu, daerah yang dituju akhirnya diberi nama  Tangguntiti yang berasal dari Ujung ( Tanggu ) dan Jembatan ( Titi ) atau Ujung Jembatan. Lama kelamaan Preti Sentana Ki Pasek Tohjiwa menggunakan Pungkusan Pasek Tangguntiti.  Berikutnya adalah Pasek Sorga. Pasek Sorga atau Sogra adalah Keturunan Ida Mpu Kananda. Nam

Babad Pasek.

Buku Babad Pasek di bagian awalnya menyebutkan Panca Pandita terdiri dari: Sang Brahmana Pandhita diantaranya Mpu Gnijaya, Mpu Mahameru, Mpu Gana, Mpu Kuturan, dan Mpu Bradah. Sang Hyang Pasupati memerintahkan kelima cucunya atau dikenal sebagai Sang Panca Pandita tersebut agar pergi ke Bali memberikan tuntunan batin. Artinya mereka awalnya tidak tinggal di Bali. Tetapi ditugaskan ke Bali oleh Hyang Pasupati — Penting untuk membaca kembali sejarah leluhur para Rsi di Bali yang tidak terpisahkan dengan kerajaan Jawa dan Hindu Jawa Kuno. Keluarga Rsi tersebut sempat tinggal di Pejarakan Jawa – terutama Mpu Bharadah dan Mpu Gnijaya tinggal di Pejarakan. Di sana berjumpa Airlangga. Ketika melakukan perjalanan ke Bali, para rsi melalui kerajaan Daha, di sana berjumpa raja bernama Sri Erlangga. Raja mohon supaya Sang Panca Resi bersedia tinggal di sana. Setelah diadakan perundingan, maka Mpu Gnijaya dan Mpu Bhradah tinggal di sana, sementara Mpu Mahameru langsung ke Bali, disusul Mpu Gana da

Sejarah Topeng Sidakarya.

(Tulisan ini adalah hasil unduhan PDF dari ejournal.undiksha.ac.id dengan judul aslinya Brahmana Keling dan Topeng Sidakarya) Pada jaman dahulu ada seorang Brahmana yang bernama Brahmana Keling. Disebut Brahmana Keling karena beliau berasal dari daerah Keling  di Jawa Timur. Beliau juga memiliki pasraman di lereng Gunung Bromo. Perjalanan ke Madura Konon Kerajaan Madura pernah lalai menyelenggarakan 'saji papajengan' yaitu upacara berupa terian khusus yang dipersembahkan kepada arwah para leluhur. Akhirnya terjadilah kekacauan di kerajaan Madura. Mendengar hal itu Brahmana Keling lalu pergi ke Madura. Sesampainya di Madura beliau dijamu selayaknya seorang brahmana. Disinilah beiau banyak memberikan nasihat dan wejangan kepada raja agar upacara-upacara ritual dilaksanakan demi kesejahteraan rakyat. Guna meyakinkan sang raja Brahmana Keling juga sempat menunjukan kekuatan batin beliau. Pohon pisang yang sudah layu dan kering dihidupkan kembali, benang yang berwarna hitam dengan s

Arya Pelanggan.

Pada jaman dahulu ada seorang raja yang bernama Prabu Airlangga. Beliau memiliki dua orang putra yang bernama Jayabaya dan Jayasaba. Jayabaya memiliki tiga orang putra yaitu Sri Dandang Gendis, Sri Wandira, dan Sri Kusuma Wijaya. Sementara Jayasaba menurunkan Arya Kediri, Arya Kediri menurunkan Arya Kepakisan, dan Arya Kepakisan menurunkan dua orang putra yaitu Pangeran Nyuh Aya dan Pangeran Asak. Kemudian Pangeran Nyuh Aya memiliki delapan orang anak diantaranya Arya Petandakan, Arya Satra, Arya Pelangan, Arya Akah, Arya Kloping, Arya Cacaran, Arya Anggan, dan Arya Winiayu Adi. Kemudian Arya Pelangan memiliki tiga orang putra diantaranya Gusti Lemega, Gusti Poh Landung, dan Gusti Purasi. Benarkah Arya Kepakisan memiliki gelar Sri Nararya Kresna Kepakisan? Dalam buku Babad Arya dan kisah perjalanan para Arya yang ditulis oleh Drs Km Suhardana pada halaman 58 dijelaskan bahwa sesuai dengan Pamencangah yang tersimpan di pura Kawitan Arya Kepakisan atau Arya Nyuh Aya, beliau hanya disebui

Sri Arya Karang Buncing.

Dalam buku Babad Pasek yang disusun oleh almarhum Jro Mangku Gde Ketut Soebandi pada halaman 336 dengan sub judul Arya Karang Buncing Ndewa Sraya di pura Pasek Gaduh dikisahkan patih Jayakaton yang berkedudukan di desa Belahbatuh Gianyar pada tahun Saka 829 atau tahun 907 Masehi dikisahkan patih sang Jayakaton memiliki seorang putra bernama Arya Rigih. Selanjutnya Arya Rigih menurunkan dua orang putra diantaranya Arya Rigis dan Narotama. Selanjutnya Arya Rigis menurunkan seorang anak laki-laki bernama Arya Kedi. Kemudian Arya Kedi menurunkan anak kembar buncing yang dinamakan Arya Karang Buncing. Anak kembar itu lalu dikawinkan. Setelah cukup lama menikah, belum juga memiliki anak. Lalu mereka memohon pada Hyang Widhi dan leluhur Pasek Gaduh di banjar Tengah desa Belah Batuh.             Dengan melakukan Dewa Seraya di pura Pasek Gaduh, akhirnya mereka melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi nama Kebo Waruga. Setelah dewasa, Kebo Waruga diangkat menjadi patih oleh raja Sri Gajah