Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2019

Sri Arya Karang Buncing.

Dalam buku Babad Pasek yang disusun oleh almarhum Jro Mangku Gde Ketut Soebandi pada halaman 336 dengan sub judul Arya Karang Buncing Ndewa Sraya di pura Pasek Gaduh dikisahkan patih Jayakaton yang berkedudukan di desa Belahbatuh Gianyar pada tahun Saka 829 atau tahun 907 Masehi dikisahkan patih sang Jayakaton memiliki seorang putra bernama Arya Rigih. Selanjutnya Arya Rigih menurunkan dua orang putra diantaranya Arya Rigis dan Narotama. Selanjutnya Arya Rigis menurunkan seorang anak laki-laki bernama Arya Kedi. Kemudian Arya Kedi menurunkan anak kembar buncing yang dinamakan Arya Karang Buncing. Anak kembar itu lalu dikawinkan. Setelah cukup lama menikah, belum juga memiliki anak. Lalu mereka memohon pada Hyang Widhi dan leluhur Pasek Gaduh di banjar Tengah desa Belah Batuh.             Dengan melakukan Dewa Seraya di pura Pasek Gaduh, akhirnya mereka melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi nama Kebo Waruga. Setelah dewasa, Kebo Waruga diangkat menjadi patih oleh raja Sri Gajah

Tangkas Kori Agung.

Dalam buku Babad Pasek yang disusun oleh almarhum Jro Mangku Gde Ketut Soebandi pada halaman 269 dengan sub judul Pasek Tangkas Kori Agung dikisahkan pada masa pemerintahan Idewa Ketut Ngelusir sebagai Dalem Gelgel dengan gelar Sri Semara Kepakisan yang dinobatkan pada tahun Saka 1302 atau tahun 1380 Masehi dan memerintah sampai dengan tahun Saka 1382 atau tahun 1460 Masehi, Igusti Tangkas diangkat sebagai Anglurah di Kertalangu bergelar Igusti Pangeran Tangkas. Beliau mempunyai seorang putra bernama Igusti Tangkas Dimadya alias Igusti Keluwung Sakti. Sayangnya, anaknya tersebut tidak bisa membaca dan kebodohannya itu ternyata berakibat fatal.         Pada suatu hari, Dalem Gelgel mengirim surat kepada Igusti Pangeran Tangkas. Surat itu dibawa oleh seseorang yang dinyatakan bersalah. Surat tersebut isinya antara lain bahwa si pembawa surat harus dihabisi jiwanya oleh Igusti Pangeran Tangkas. Akibat buta huruf, Igusti Tangkas Dimadya akhirnya menjadi korban pembunuhan di tangan ayahny

Pasek Kayu Selem.

Dalam buku Babad Pasek yang disusun oleh Almarhum Jro Mangku Gde Ketut Soebandi pada Bab 8 halaman 43 dengan sub judul Mpu Semeru menurunkan Putra Dharma dikisahkan bahwa Mpu Semeru semasa hidupnya menempuh jalan Sukla Brahmacari atau tidak kawin. Meskipun beliau tidak menikah seumur hidupnya, namun beliau bisa menurunkan putra. Tentu saja itu terjadi berkat kesaktian dan pengetahuan gaibnya. Berkat kesaktiannya, beliau bisa merubah tonggak kayu berwarna hitam menjadi manusia yang diberi nama Mpu Dryakah atau Mpu Kamareka. Kemudian Mpu Dryakah atau Mpu Kamareka inilah sebagai cikal bakal dari warga Pasek Kayu Selem diantaranya Ki Kayuselem, Ki Celagi, Ki Tarunyan dan Ki Kayuan.                     Dalam sabda Mpu Semeru kepada Mpu Kamareka dijelaskan bahwa keturunan Mpu Kamareka kelak hendaknya jangan mengabaikan isi dan arti Ajipurana dan Weda Astawa. Kamu harus menjadi Bhujangga untuk orang-orang Baliaga sampai tiga keturunan dan sampai kelak di kemudian hari. Begitu juga sampai an