Sejarah Topeng Sidakarya.

(Tulisan ini adalah hasil unduhan PDF dari ejournal.undiksha.ac.id dengan judul aslinya Brahmana Keling dan Topeng Sidakarya)

Pada jaman dahulu ada seorang Brahmana yang bernama Brahmana Keling. Disebut Brahmana Keling karena beliau berasal dari daerah Keling  di Jawa Timur. Beliau juga memiliki pasraman di lereng Gunung Bromo. Perjalanan ke Madura
Konon Kerajaan Madura pernah lalai menyelenggarakan 'saji papajengan' yaitu upacara berupa terian khusus yang dipersembahkan kepada arwah para leluhur. Akhirnya terjadilah kekacauan di kerajaan Madura. Mendengar hal itu Brahmana Keling lalu pergi ke Madura. Sesampainya di Madura beliau dijamu selayaknya seorang brahmana. Disinilah beiau banyak memberikan nasihat dan wejangan kepada raja agar upacara-upacara ritual dilaksanakan demi kesejahteraan rakyat.

Guna meyakinkan sang raja Brahmana Keling juga sempat menunjukan kekuatan batin beliau. Pohon pisang yang sudah layu dan kering dihidupkan kembali, benang yang berwarna hitam dengan sekejap dirubah menjadi putih dan  lainnya. Melihat keajaiban-keajaiban yang dilakukan oleh Brahmana Keling, maka sang raja segera mematuhi petuah beliau untuk melaksanakan upacara ritual, serta memohon Brahmana Keling untuk memimpin upacara dimaksud. Perjalanan ke Bali Setelah dari Madura, beliau ke Bali,  sesampainya di pantai Muncar, beliau beristirahat sejenak sambil menikmati indahnya panorama alam. Tanpa dinyana muncul ayah beliau DangHyang Kayumanis, sang ayah bercerita panjang lebar tentang keadaan di Pulau Bali. Selanjutnya ayahanda beliau kembali ke Keling, sedangkan Brahmana Keling melanjutkan perjalanan ke Bali.

Akhirnya Beliau tiba di keraton Suweca Pura Gelgel, namun sayang Dalem Waturenggong sebagai raja Bali saat itu tidak ada di keraton, beliau lalu disapa oleh beberapa pemuka masyarakat yang kebetulan ada di keraton. Dalam keadaan yang letih dan lesu serta pakaian yang lusuh dan kotor, Brahmana Keling mengatakan ingin berjumpa dengan saudaranya yang tidak lain adalah Dalem Waturenggong dan DangHyang Nirartha. Para pemuka masyarakat menjawab bahwa yang dicari sedang ada di Pura Besakih mempersiapkan upacara Eka Dasa Rudra. Selanjutnya Brahmana Keling menuju Besakih untuk mencari Dalem Waturenggong dan DangHyang Nirartha.

Sesampainya di pelataran Pura Besakih , beliau ditanya oleh penduduk yang sedang ngayah, Brahmana Keling menjawab dengan jawaban yang sama, yaitu mencari saudaranya Dalem Waturenggong dan DangHyang Nirartha. Penduduk yang bertanya itu, tidak percaya apa yang dikatakan Brahmana Keling, karena beliau dalam kedaan lusuh dan kotor, sehingga penduduk berpikir tidak mungkin rajanya memiliki saudara yang begitu kotor dan kelihatan miskin. Bahkan penduduk menganggap Brahmana Keling sebagai seorang pengemis yang mengaku-ngaku saudara raja. Tetapi Brahmana Keling besikeras hendak bertemu, kemudian beliau melesat ke dalam pura dan dalam sekejap sudah ada di Sanggar Surya duduk santai sambil beristirahat. 

Tiba-tiba datang Dalem Waturenggong, begitu beliau menoleh ke atas, beliau menjumpai Brahmana Keling sedang tidur-tiduran di atas Sanggar Surya. Dalem Waturenggong sangat terkejut, mukanya merah padam karena marah. Beliau langsung memanggil prajurit, lalu bertanya siapakah gerangan orang yang brani tidur diatas Sanggar Surya. Prajurit menjawab bahwa itu adalah Brahmana Keling yang mengaku saudara Dalem, dan sudah dilarang masuk, tapi tiba-iba melesat dan sudah ada diatas. Mendengar laporan prajurit, bertambahlah murka sang Dalem, seraya  berkata tidak memiliki saudara seperti itu dan memerintahkan untuk menyeret Brahmna Keling, yang disangka orang gila oleh Dalem. Prajurit dan penduduk serta merta mengikuti perintah Dalem, menyeret keluar dan mengusir Brahmana Keling.

Brahmana Keling tidak melawan, namun sebelum meninggalkan Pura Besakih Brahmana Keling mengeluarkan sanda "wastu tat astu karya yang dilaksanakan di Pura Besakih in tan sidakarya (tidak sukses), bumi akan kekeringan, rakyat akan diserang wabah penyakit, akan terjadi kehancuran di Bali ". Begitu selesai mengucapkan kutukan, tiba-tiba halilintar mengelegar, semua yang menyaksikan terdiam, terpaku tak berkutik sedikitpun. Lalu Brahmana Keling meninggalkan Pura Besakih menuju barat daya, yaitu daerah Badanda Negara, sekarang disebut Desa Sidakarya. Situasi Pulau Bali Sepeninggal Brahmana Keling dari Pura Besakih, berselang beberapa hari suasana jagat Bali terutama keraton Swecapura dan sekitarnya tampak sangat mencekam. 

Semua tanaman upakara mendadak menjadi layu, buah-buahan berguguran, hama seperti ulat, tikus dan lain-lain semakin banyak dan ganas menyerang tanaman para petani, bumi menjadi kering kerontang, wabah penyakit merajalela, antar penduduk bertengkar tanpa sebab. keadaan menjadi kacau balau. Hal itu mengakibatkan karya yang akan digelar di Besakih menjadi batal, karena sudah tidak memnungkinkan mendapatkan bahan-bahan. Kemudian Dalem Waturenggong meminta Dang Hyang Nirartha melakukan penolak bala dengan menggelar upacara dan tapa semadi. Namun  hal itu tidak mempan, bahkan wabah semakin menjadi-jadi.
Kemudian Dalem Waturenggong bersama Dang Hyang Nirartha melakukan Tapa semadi bersama-sama di Pura Besakih. 

Dalam tapa itu, Ida Dalem mendapat petunjuk dari Ida Bhatara di Besakih, bahwa Ida Dalem telah berdosa mengusir saudara sendiri secara hina, dan untuk mengembalikan keadaan seperti sedia kala, hanya Brahmana Kelinglah yang mampu melakukan. Setelah mendapatkan petunjuk, esoknya Dalem Waturenggong mengadakan sidang, dan mengutus seorang utusan untuk menjemput Brahmana Keling di Desa Badanda Negara. Singkat cerita berangkatlah rombongan menuju Badanda Negara. Sesampainya di sana dan bertemu Brahmana Keling, rombongan lalu menghaturkan sembah sujud mohon ampun sekaligus menceritakan maksud kedatangan mereka. Brahmana keling mengerti dan mempersilakan rombongan berangkat terlebih dahulu, beliau akan segera menyusul.

Pengembalian Pastu
Setibanya Bramana Keling di Pura Besakih, beliau disambut selayaknya tamu kebesaran dan diperlakukan dengan sangat hormat. Dalam percakapan beliau dengan Dalem Waturenggong bersama Dang Hyang Nirartha. Intinya pembicaraannya adalah Dalem meminta Brahmana Keling mengembalikan keadaan Pulau Bali dan mengakui Brahmana Keling sebagai saudara. Maka segera Brahmana Keling mengheningkan cipta, mengucapkan mantra-mantra sakti, seketika semua berubah. Ayam hitam dikatakan putih, seketika menjadi putih. Kelapa yang kering, layu tanpa buah sektika menjadi subur, hijau dengan buah yang lebat, begitu juga pisang dan tumbuhan yang lain. Hama tikus, walang sangit, wereng, ulat dan sebagainya yang menyerang tumbuh-tumbuhan lenyap seketika. Bumi yang kering seketika menjadi subur.
 
Penganugrahan Gelar Dalem Sidakarya

Akhirnya karya Eka Dasa Rudra di Pura Besakih kembali dilanjutkan. Karya itu sendiri berlangsung pada tahun Saka 1437 atau 1512 Masehi. Karya itu sendiri dipimpin oleh Dang Hyang Nirartha bersama Brahmana Keling. Karya tersebut dirangkai dengan upacara Nangluk Merana sebagai akibat bencana kekeringan yang pernah terjadi akibat kutukan Brahmana keling. Berkat jasa Brahmana Keling menciptkan kesejahteraan alam lingkungan yang lebih baik, sehingga karya di Pura Besakih menjadi sukses (sidakarya ), Brahmana Keling dianugrahi gelar DALEM SIDAKARYA oleh Dalem Waturenggong, selanjutnya dibuatkan upacara penganugrahan sebagaimana mestinya.

Selanjutnya Dalem Waturenggong mengeluarkan bhisama: Mulai saat ini dan selanjutnya setiap umat Hindu di seluruh jagat yang melaksanakan karya wajib nunas tirta Penyida Karya di Pesraman Dalem Sidakarya, supaya karya menjadi sukses.
wajib disebarkan sarana serba sidakarya, seperti sayut sidakrya dan tipat sidakarya.
wajib mementaskan topeng sidakarya.
wajib nunas catur bija dan panca taru sidakarya. Sebagai penghormatan dan kenangan dari peristiwa di atas, selanjutnya dari ketiga tokoh penting dalam pemerintahan Dalem Waturenggong yaitu Dalem Waturenggong sendiri, Dang Hyang Nirartha, dan Dalem Sidakarya, akhirnya Dalem Waturenggong memerintahkan Pasek Akeluddadah untuk pertamakalinya membuat tapel atau topeng yang menggambarkan Sang Tiga Sakti atau ketiga tokoh yang berperan penting dalam pemerintahan Dalem Waturenggong.
Kenapa Beliau mengaku saudara Dalem Waturenggong, karena Beliau dan Dinasti Dalem Ketut Kresna Kepakisan sama sama Keturunan Mpu Bharadah ( Panca Tirtha ).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arya Belog.

Pasek Gelgel.

Sri Arya Karang Buncing.