Babad Pasek.

Buku Babad Pasek di bagian awalnya menyebutkan Panca Pandita terdiri dari: Sang Brahmana Pandhita diantaranya Mpu Gnijaya, Mpu Mahameru, Mpu Gana, Mpu Kuturan, dan Mpu Bradah. Sang Hyang Pasupati memerintahkan kelima cucunya atau dikenal sebagai Sang Panca Pandita tersebut agar pergi ke Bali memberikan tuntunan batin. Artinya mereka awalnya tidak tinggal di Bali. Tetapi ditugaskan ke Bali oleh Hyang Pasupati — Penting untuk membaca kembali sejarah leluhur para Rsi di Bali yang tidak terpisahkan dengan kerajaan Jawa dan Hindu Jawa Kuno. Keluarga Rsi tersebut sempat tinggal di Pejarakan Jawa – terutama Mpu Bharadah dan Mpu Gnijaya tinggal di Pejarakan. Di sana berjumpa Airlangga.

Ketika melakukan perjalanan ke Bali, para rsi melalui kerajaan Daha, di sana berjumpa raja bernama Sri Erlangga. Raja mohon supaya Sang Panca Resi bersedia tinggal di sana. Setelah diadakan perundingan, maka Mpu Gnijaya dan Mpu Bhradah tinggal di sana, sementara Mpu Mahameru langsung ke Bali, disusul Mpu Gana dan Mpu Kuturan. Mpu Bharadah mendampingi kakaknya Mpu Ghenijaya, sementara berkahyangan di Pajarakan, Jawadwipa, tidak ke Bali. Selanjutnya, dalam berbagai babad dan teks tertulis lain disebutkan bahwa Mpu Bharadah menjadi penasehat utama dari Raja Airlangga.

Babad secara rinci mencatat tahun kedatangan Mpu Mahameru, Mpu Gana dan Mpu Kuturan ke Bali. Mpu Mahameru pada hari Jumat Kliwon Wuku Pujut, hari kelima belas paruh bulan gelap sekitar bulan November 990 Masehi berkahyangan di Besakih. Mpu Gana sampai di Bali pada hari Senin Kliwon Wuku Kuningan pada hari ketujuh paruh bulan terang sekitar bulan April 997 Masehi, berkahyangan di Pura Dasar Gelgel. Mpu Kuturan sampai di Bali pada hari Rabu Keliwon wuku Pahang hari keenam paruh bulan terang sekitar bulan Sepetember 1000 Masehi, berkahyangan di Silayukti.

Tahun-tahun tersebut sangat penting dilihat dari beberapa data efigrafi yang ditemukan di Bali dimana periode ini adalah masa pemerintahan Raja Udayana dan Mahendradatta atau dikenal sebagai Gunapriya Dharmapatni. Beberapa tahun kemudian, Mpu Gnijaya ikut ke Bali. Disebutkan, setelah Mpu Gnijaya memberikan ilmu kepada para putranya beliau pergi ke Bali dan sampai di Silayukti pada hari Kamis Paing Wuku Medhangsya hari pertama paruh bulan terang sekitar bulan Juli 1058. Di sana beliau disambut oleh adik beliau Mpu Kuturan. Tahun kedatangan Mpu Kuturan tahun 1000 dengan kedatangan Mpu Gnijaya tahun 1058 cukup jauh, berjarak 58 tahun, apakah keduanya dalam usia sangat sepuh? Kemungkinan telah berumur di atas 80-an tahun?

Mpu Dari Silayukti beliau melanjutkan perjalanan ke Besakih diantar oleh Mpu Kuturan. Disebutkan di Besukih diadakan pertemuan membahas kepanditaan. Selesai pertemuan para rsi itu pulang ke tempat masing-masing. Mpu Gnijaya menuju Lempuyang. Perjalanan Mpu Bharadah ke Bali disebutkan membawa misi kerajaan dan kekeluargaan. Mpu Bharadah ke Bali untuk menengok kakak-kakak beliau dan sampai di Silayukti diterima oleh Mpu Kuturan. Setelah itu Mpu Bharadah melanjutkan perjalanan ke Dasar Gelgel menghadap Mpu Gana. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Besukih menghadap Mpu Mahameru. Terakhir menuju Lempuyang menghadap Mpu Gnijaya. Dari sini kembali ke Daha.

Dalam sumber lontar lain menyebutkan bahwa Mpu Bharadah ke Bali diutus dan mengemban misi Raja Erlangga. Ia ditugasi meminta kembali Bali sebagai bagian dari kekuasaannya — Airlangga ayahnya Udayana, dari Bali tapi menjadi raja di Jawa.  Airlangga ingin Bali diperintah salah satu anaknya, tetapi ditolak oleh Mpu Kuturan karena disebutkan calon raja Bali adalah salah satu cucu Mpu Kuturan — masih terhitung cucunya, kemungkinan yang dimaksud adalah Anak Wungsu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arya Belog.

Pasek Gelgel.

Sri Arya Karang Buncing.