Kebo Iwa Berhati Mulia dari Bali.

Pada awal abad ke-14, di bawah naungan Prabu Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten, Pulau Bali memiliki seorang panglima militer yang namanya digemakan dengan kekaguman sekaligus ketakutan: Kebo Iwa. Ia bukan sekadar prajurit, melainkan legenda hidup, seorang raksasa dengan kekuatan luar biasa dan kesaktian yang tiada tara.
 
Dikenal pula dengan julukan Kebo Wandira atau Kebo Taruna—kerbau perjaka—nama-nama ini mencerminkan kekuatan dan vitalitasnya yang tak tergoyahkan. Di masa itu, nama binatang seringkali disematkan sebagai gelar kehormatan, melambangkan karakteristik menonjol dari sang pemilik.
 
Kebo Iwa bukan hanya ahli strategi perang yang ulung, tetapi juga seorang arsitek brilian. Dengan tangannya yang perkasa, ia mampu mengangkut batu-batu besar sendirian, membangun berbagai tempat ibadah yang megah di seluruh Bali. Namun, di balik kekuatannya yang menakjubkan, Kebo Iwa memiliki hati yang mulia. Ia dikenal sebagai sosok yang rela berkorban, selalu sigap membantu warga yang kesulitan, dan dicintai oleh rakyatnya.
 
Kabar tentang kesaktian Kebo Iwa tak hanya bergaung di Bali, tetapi juga sampai ke telinga Mahapatih Gajah Mada di Majapahit. Gajah Mada, dengan ambisi besar untuk menyatukan Nusantara di bawah Sumpah Palapa, menyadari bahwa Kebo Iwa adalah penghalang utama. Kekuatan sang panglima Bali ini terlalu besar untuk ditaklukkan secara langsung.
 
Maka, Gajah Mada menyusun siasat licik. Dengan dalih mempererat tali silaturahmi antara dua kerajaan, ia mengundang Kebo Iwa ke Majapahit. Kebo Iwa, dengan hati tulus dan tanpa sedikit pun curiga, memenuhi undangan tersebut. Ia pergi ke tanah seberang, meninggalkan pulau yang ia cintai.
 
Namun, di Majapahit, Kebo Iwa dijebak. Di tengah perjamuan atau mungkin dalam suatu ritual, ia dikhianati dan dibunuh. Sebuah akhir tragis bagi seorang pahlawan yang tak terkalahkan di medan perang.
 
Kematian Kebo Iwa membuka jalan bagi Majapahit untuk menaklukkan Bali pada tahun 1343. Sebuah kemenangan yang diraih dengan tipu daya, bukan dengan kekuatan murni. Ironisnya, Gajah Mada sendiri mengakui bahwa pengorbanan dan kerendahan hati Kebo Iwa adalah faktor penting dalam mempersatukan Nusantara. Seolah-olah, kematian Kebo Iwa adalah tumbal yang diperlukan untuk mencapai cita-cita besar sang Mahapatih.
 
Kebo Iwa, sang raksasa berhati mulia, tetap hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Bali. Kisahnya adalah pengingat akan kekuatan, pengorbanan, dan kompleksitas takdir seorang pahlawan yang namanya terpahat dalam sejarah dan legenda.

Komentar

Postingan Populer