Babad Kayu Selem.

Di puncak Gunung Semeru, ada seorang pertapa agung yang bernama Mpu Semeru. Beliau dikenal sebagai penguasa ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan, serta memiliki kemampuan luar biasa dalam mengubah benda mati menjadi makhluk hidup. Suatu hari, saat merenung di bawah pohon raksasa, Mpu Semeru menemukan tonggak kayu hitam yang tampak berbeda dari yang lain. Kayu itu memancarkan aura misterius, seolah menyimpan rahasia alam.

Mpu Semeru pun memutuskan untuk melakukan sebuah ritual. Dengan mantra-mantra yang mengalir dari bibirnya, tonggak kayu hitam tersebut mulai bergetar. Dalam sekejap, kayu itu berubah menjadi sosok manusia yang gagah, yang kemudian dikenal sebagai Mpu Dyarakah. Mpu Dyarakah memiliki wajah tampan dan postur yang kuat, dengan aura kebijaksanaan yang hampir setara dengan Mpu Semeru.

Setelah diciptakan, Mpu Dyarakah mengucapkan terima kasih kepada Mpu Semeru. Merasa terikat oleh nasib yang baru, Mpu Dyarakah berkelana ke desa-desa untuk mempelajari kehidupan manusia. Di sana, dia bertemu dengan Dedari Kuning, seorang wanita cantik yang dikenal karena kebaikan dan kelembutannya. Dedari Kuning, yang juga memiliki keahlian dalam merawat alam, jatuh cinta pada Mpu Dyarakah. Cinta mereka pun tumbuh subur, dan dalam waktu singkat, mereka menikah dalam sebuah upacara yang megah di tepi danau yang tenang.

Setelah pernikahan, Mpu Dyarakah dan Dedari Kuning dikaruniai empat orang putra yang hebat. Masing-masing dari mereka membawa karakter dan keunikan tersendiri, namun semuanya memiliki bakat dan keberanian.

Pasek Kayu Selem adalah putra tertua. Dia dikenal sebagai sosok yang bijak dan pendengar yang baik. Pasek Kayu Selem memiliki kemampuan untuk memahami bahasa alam, berkomunikasi dengan hewan dan tumbuhan, serta menjaga keseimbangan ekosistem di sekitarnya.

Pasek Celagi, putra kedua, adalah sosok yang pemberani dan petualang. Dia sering kali menjelajahi hutan dan gunung, mencari tantangan baru. Keberanian dan semangatnya dalam menghadapi bahaya menjadikannya sebagai pelindung bagi desa-desa sekitarnya.

Pasek Kayuan, putra ketiga, mewarisi keahlian ayahnya dalam ilmu pengetahuan. Dia seorang ilmuwan muda yang rajin melakukan eksperimen untuk menemukan cara-cara baru dalam bertani dan merawat tanah. Karyanya sangat berharga bagi masyarakat, terutama dalam memajukan pertanian.

Pasek Trunyan, putra bungsu, memiliki jiwa seni yang kuat. Dia senang menciptakan karya seni dari alam, menggambar pemandangan, dan membuat alat musik dari kayu. Pasek Trunyan sering mengadakan pertunjukan di desanya, menghibur orang-orang dengan melodi dan cerita yang indah.

Mpu Dyarakah dan Dedari Kuning mengajarkan anak-anak mereka nilai-nilai kehidupan, cinta terhadap alam, dan pentingnya menjalin hubungan baik dengan sesama. Keluarga ini menjadi simbol harapan dan harmoni bagi seluruh masyarakat, dan nama mereka terus dikenang hingga generasi berikutnya.

Dalam setiap cerita yang diceritakan oleh para tetua di desa, Mpu Semeru dan Mpu Dyarakah menjadi legenda yang hidup, menginspirasi banyak orang untuk menjaga hubungan mereka dengan alam dan satu sama lain. Kisah mereka abadi, diukir dalam sanubari setiap orang yang percaya pada kekuatan cinta dan kebijaksanaan.




.

Komentar

Postingan Populer